Lawang Sanga, Gerbang Laut Keraton Kasepuhan
Bangunan Lawang Sanga |
Sangat
sedikit tulisan yang mengangkat Lawang Sanga. Sangat banyak tulisan tentang
Cirebon yang mengangkat wisata keraton. Padahal selain keraton banyak tempat
bersejarah di Cirebon yang berhubungan dengan sejarah Islam Cirebon seperti
Lawang Sanga. Lawang Sanga merupakan
bangunan kecil bersejarah dan termasuk
dalam bangunan cagar budaya yang terletak di tepi Sungai Kriyan di bagian belakang Keraton Kasepuhan dan merupakan pintu gerbang
keraton Kasepuhan dari arah perairan.
Bangunan ini mempunyai peranan penting pada masa
lalu karena tamu-tamu Kesultanan Cirebon yang akan menuju ke
istana datang dan pergi dari pintu tersebut. Peranan Lawang Sanga ini tidak
hanya dalam bidang sosial ekonomi saja, akan tetapi juga dalam bidang lain seperti kebudayaan,
pendidikan dan politik. Pada jaman dahulu Kesultanan Cirebon yang merupakan
Kesultanan Islam yang
cukup besar telah mengadakan hubungan multilateral dengan negara, bangsa dan
kerajaan lain, seperti dari Gujarat, Campa, Cina, Arab dan lain sebagainya. Peranan Lawang Sanga sebagai
pintu gerbang Keraton dari arah perairan Laut Jawa ini demikian penting
sehingga konon
dahulu daerah tersebut dahulu merupakan daerah yang cukup sibuk.
Selain sebagai bangunan penerima dari arah
perairan menuju Keraton, Lawang Sanga juga merupakan bangunan simbolis yang
berperan pada
rangkaian tradisi Syafaran yang dilakukan oleh masyarakat tradisional di
Cirebon. Bangunan Lawang Sanga sendiri merupakan bangunan berdinding batu bata dengan pintu yang berjumlah sembilan
(lawang = pintu, sanga = sembilan).
Gambaran Detail Kawasan Lawang Sanga |
Pintu berjumlah sembilan ini secara filosofi
merupakan perlambangan dari sembilan lubang hawa yang ada pada tubuh manusia.
Didalam kehidupan manusia, kesembilan lubang
tersebut harus selalu dijaga agar tetap bersih. Manusia harus memfungsikan
kesembilan lubang
tersebut menurut ketentuan dan kepatutannya sehingga nantinya akan memperoleh
derajat yang mulia.
Bangunan Lawang Sanga mempunyai gaya arsitektur
yang unik karena merupakan perpaduan dari berbagai unsur budaya, yaitu
Hindu, Arab dan Cina. Konstruksi atap bangunan
berbentuk atap tajug akan tetapi tidak didukung oleh konstruksi kuda-kuda.
Konstruksi atap
berdiri di atas gunungan dengan bentuk lengkung lancip diatasnya (berbentuk
kujang), dengan bagian serambi depan dan belakang ditopang oleh dua buah sekur yang mempunyai gaya
yang hampir sama dengan sekur-sekur pada bangunan Cina. Konstruksi tajug
yang berbentuk piramid berdiri diatas sekur,
sehingga gaya beban dari kostruksi atap tidak ditopang oleh dinding dan
gunungan, akan tetapi disalurkan
melalui sekur dan tiang kolom. Konstruksi atap terbuat dari kayu jati dengan
penutup atap dari genteng keramik. Sedangkan dibagian dinding terdapat daun pintu yang cukup
besar terbuat dari kayu jati. Konstruksi atap bangunan ini tidak menggunakan paku
sebagai penguat
struktur dan sambungannya, melainkan hanya menggunakan pasak dari kayu.
Kondisi struktur atap bangunan di bagian
belakangsudah mengalami penurunan sehingga pada sekur-sekurnya ditopang oleh
tiang kayu agar tetap berdiri.
Currently have 0 komentar: