Masjid Sela, Yogyakarta

Masjid sela terletak di kawasan Sawojajar, kelurahan Kadipaten, kecamatan Kraton, menurut catatan sejarah yayasan dalam kadipaten dibuat oleh Sultan Hamengku Buwono I. Adapun masjid ini dibangun bersama dengan pasanggrahan Taman Sari dan Pulo Gedong ( Segaran) serta panggung krapyak yang dibangun sekitar tahun 1758/1791,di bawah pimpinan Tumenggung Mangundipiro dan dalam pengawasan RM Sundoro ( calon pangeran Adipati Anom). Sebagian atap bangunan masjid Selo diberi bentuk, corak, dan lung-lungan semi.sangat kuatnya campuran pasir dan legen sehingga kuat seperti batu serta ditambah dengan batu gamping.


Di Indonesia terdapat tiga masjid yang menggunakan nama Masjid Sela,  yaitu :
1.  Masjid Sela yang berada di Grobongan Purwodadi, Jateng, masjid tersebut merupakan peninggalan Ki Ageng Sela, maka namanya menjadi Masjid Sela.
2.  Masjid Sela yang berada di Sonopakis dekat IKIP PGRI, pendirinya adalah Selahadiningrat, maka masjid tersebut menjadi masjid sela.
3.  Masjid Sela di kampung panembahan yang dulu bernama masjid batu (watu arti bahasa jawa) kemudian dikromo inggilkan menjadi sela.

Masjid ini didirakan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1709 caka atau kira-kira tahun 1787 masehi bersamaan pembangunan gedong Tamansari atau Istana air (Water Castel) maka bentuk bangunannya ada kemiripan atau nyaris sama yaitu baik bentuk maupun arsitekturnya, sedangkan arsitekturnya sendiri dipengaruhi oleh gaya portugis.

Tebal tembok Masjid Sela sekitar 70 cm kemudian disambung cor atap keatas tanpa tiang, adonan cor menurut cerita tidak memakai air namun memakai air dari kelapa atau legen (jawa) maka setelah kering adonan tersebut keras seperti batu dan perlu diketahui zaman dahulu belum ada semen,karena masjid sela dibangun dua abad yang lalu.

Sebelum tahun 1962 kegiatan-kegiatan shalat di kampung Panembahan masih di rumah penduduk yang memiliki tempat yang luas, hal tersebut terjadi karena keberadaan bangunan yang sekarang bernama masjid sela dijadikan tempat menyimpan keranda jenazah (bandhosa) dan tombak-tombak dari kraton, maka timbullah niat 4 orang sesepuh untuk berembuk memikirkan hal itu, tindakan mereka didasari oleh bentuk bangunan yang jika dilihat dari sisi barat terdapat bagian bangunan yang dijadikan tempat untuk imam, dan mereka meminta izin ke kraton untuk memindahkan barang yang terdapat didalamnya, serta memungsikan tempat tersebut untuk shalat.

Surat ijin untuk pemakaian masjid tersebut dari pihak kraton keluar pada tanggal 6 Nopember 1962, kegiatan shalat yang dilakukan pada waktu itu hanya menggunakan alas kepang (tikar dari anyaman bambu) lalu ditukar dengan tikar Mendong, untuk penerangannya hanya menggunakan lampu teplok, bagian depan masjid sela melingkar yang dahulunya merupakan kolam sebelum direnovasi, kolam tesebut fungsinya untuk setiap jamaah yang akan masuk masjid pasti mencuci kaki dahulu di kolam tersebut. Sekarang kolam tersebut telah ditutup dengan sampah untuk membangun bangunan permanen pada bagian kanan dan kiri bangunan masjid.

Untuk pembangunan kolam pada bagian lingkar masjid saat pembangunan awal terdapat dua pendapat yang menyertainya, yang pertama pembangunan kolam tersebut bersamaan dengan dibangunnya pembangunan Gedong Taman Sari atau Istana air (water castel), hal ini berbeda dengan pendapat kedua yang menyatakan kolam pada bagian melingkar masjid merupakan bangunan yang biasa terdapat pada setiap masjid kuno di Indonesia.

Pada bagian atapnya terdapat ukiran dan ornamen yang berupa seperti burung yang mau terbang, akan tetapi kami tidak mendapatkan data tentang maksud dari ukiran tersebut. Pada bagian kiri dan kanan dari bangunan utama terdapat bangunan, yang pada bagian kanan bangunannya berfungsi untuk TPA (tempat pengajian anak) sedangkan pada bagian kiri di gunakan untuk tempat keranda Jenazah dan wudhu. Masjid sela terdapat dua bangunan utama yang dipisahkan oleh tembok,bangunan utama pertama terletak pada bagian barat yang difungsikan untuk tempat shalat laki-laki, sedangkan bangunan kedua terletak pada bagian timur yang digunakan untuk shalat wanita.

Sumber Pustaka
v Wawancara narasumber (Bapak Andariyanto)
v Takmir Masjid Sela

Currently have 0 komentar:


Leave a Reply